Etika Guru
Ketahuilah
orang yang berilmu itu bagaikan matahari yang menyinari bumi, ia
bermanfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain. Ia wajib mengajarkan
ilmu yang telah dimiliki kepada mereka yang sangat membutuhkan dan
bersungguh-sungguh yaitu hanya karena Allah SWT mereka belajar. Oleh
karena itu, mereka patut disebut sebagai orang yang paling mulia, yaitu
berilmu dan beramal serta mengajarkannya.
Untuk
mencapai status mulia di sisi Allah SWT maka mengajar bukanlah hal yang
mudah, hal ini merupakan pekerjaan yang besar dan harus menghadapi
tantangan yang berat pula. Oleh karena itu, seorang pengajar harus
memiliki adab dan juga tugas yang harus dilaksanakannya. Dalam hal ini
Al-Ghazali merumuskannya sebagai berikut:
Pertama : seorang guru merupakan Orang Tua bagi murid-muridnya.
Seorang
guru harus memiliki kasih sayang kepada semua murid-muridnya
sebagaimana kasih sayangnya terhadap anaknya sendiri, Sifat kasih sayang
seorang inilah pada akhirnya yang akan melahirkan kekraban, percaya
diri dan ketentraman belajar. Suasana yang kondusif inilah yang
mempermudah proses transformasi dan transfer ilmu pengetahuan, Sebuah
hadits menyatakan: “Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seperti seorang
ayah bagi anakny”. Hadits tersebut menuntut seorang guru agar tidak
hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, tetapi harus bertanggung
jawab penuh seperti orang tua kepada anaknya. Jika setiap orang tua
memikirkan masa depan anaknya, bagaimana anaknya besok hidup, maka guru
pun harus memikirkan masa depan murid-muridnya. Sayangnya, interaksi
belajar antara pendidik dan peserta didik saat ini kurang mendapatkan
perhatian serius dari banyak pihak. Seorang guru sering tidak bisa
tampil sebagai figur yang pantas diteladani oleh para murid-muridnya,
apalagi sebagai orang tua.
Guru harus mampu memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada murid-muridnya
Artinya
Guru harus membimbing murid dengan sabar dan tekun. guru harus
memberikan pengarahan kepada murid agar mempelajari ilmu secara
sistematis, setahap demi setahap, Hal ini karena manusia tidak bisa
merangkum ilmu secara serempak dalam satu masa perkembangan. Di samping
itu guru jangan lupa memberi nasihat kepada murid dan Nasehat ini bisa
berbentuk warning orientasi belajar, yaitu bahwa menuntut ilmu itu bukan
dengan niat mencari pangkat dan kemewahan dunia, namun menuntut ilmu
hakikatnya adalah untuk mengembangkan ilmu itu sendiri,
menyebarluaskannya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sebagaimana
sabda nabi bahwa agama itu nasihat, baik kepada allah rasulnya dan
kepada seluruh umat.
Hal itu sebagaimana pernyataan al-Ghazali “Hendaknya seorang guru tidak
lupa memberikan nasihat kepada muridnya, yakni dengan melarangnya
mempelajari suatu tingkat sebelum menguasai tingkat sebelumnya, dan
belajar ilmu yang tersembunyi sebelum selesai ilmu yang terang. Setelah
itu menjelaskan kepadanya bahwa maksud menuntut ilmu adalah mendekatkan
diri kepada Allah, bukan untuk menjadi kepala dan mencari kemegahan.”
Tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar fak nya di kalangan muridnya.
guru
seyogyanya tidak memburuk-burukkan ilmu-ilmu yang diluar keahliannya
dikalangan muridnya. guru harus mampu menumbuhkan kegairahan murid
terhadap ilmu yang dipelajarinya tanpa menimbulkan sikap apriori
terhadap disiplin ilmu yang lain. Hal ini diperlukan untuk menghindarkan
murid terjebak pada sikap fanatik terhadap suatu disiplin ilmu dan
melalaikan yang lain.
Guru
sebagai Motivator (Pendorong) bagi murid Sesuai dengan pandangannya
bahwa manusia tidak bisa merangkum pengetahuan sekalaigus dalam satu
masa, al-Ghazali menyarankan kepada para guru agar bertanggung jawab
kepada satu bidang ilmu saja. Walaupun demikian, al-Ghazali mengingatkan
agar seorang pendidik tidak mengecilkan, merendahkan dan meremehkan
bidang studi lain. Sebaliknya, ia harus memberikan peluang kepada
peserta didik untuk mengkaji berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kalaupun
harus bertanggung jawab kepada berbagai bidang ilmu pengertahuan,
pendidik haruslah cermat dan memperhatikan kemampuan peserta didik,
sehingga bisa maju setingkat demi setingkat (steep by steeMenyampaikan ilmu kepada murid sesuai dengan kadar pemahamannya.
Guru harus memahami Tingkat Kognisi (Intelektual) para murid, Karena
usia manusia sangatlah berhubungan erat dengan perkembangan
intelektualnya. Anak berusia 0-6 tahun berbeda tingkat pemahamannya
dengan anak berusia 6-9 tahun, anak berusia 6-9 tahun berbeda dengan
anak usia 9-12 tahun, dan seterusnya. Atas dasar inilah al-Ghazali
mengingatkan agar para guru dapat menyampaikan ilmu dalam proses belajar
mengajar dengan cermat dan sesuai dengan perkembangan tingkat pemahaman
murid
Menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut baginya
Di
sini di tegaskan oleh imam al-ghazali bagaimana Seorang guru harus
mampu mengidentifikasikan kelompok para murid usia dini dan secara
khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
perkembangan kejiwaannya. Kelompok usia dini ini lebih tepat diberi
materi ilmu praktis, tanpa argumentasi yang ‘berat’ dan melelahkan
Mengamalkan ilmunya, jangan ia mendustakan perkataannya
Guru
sebagai Teladan bagi semua murid-muridnya Dalam rangka mengajak manusia
ke jalan yang benar, Rasulullah dibekali oleh Allah akhlak yang mulia
sehingga beliau menjadi contoh yang baik (teladan) bagi setiap umat
manusia. Apa yang keluar dari lisannya sama denga apa yang ada di
dadanya, sehingga perbuatannya pun sama dengan perkataannya. Menurut
al-Ghazali, seorang guru juga harus demikian dalam mengamalkan ilmunya,
tindakannya harus sesuai dengan apa yang telah dinasihatkan kepada
muridnya
Seorang
guru harus mempunyai kompetensi formal yang ditentukan oleh ijazah yang
dimilikinya. Misalnya; untuk Guru TK dan SD harus memiliki ijazah D2,
Guru SMP harus berijazah D3 dan sebagainya. Selain itu guru yang
profesional juga harus memiliki pemahaman terhadap kurikulum, penguasaan
terhadap metodologi pengajaran serta ilmu jiwa (psikolog).
Kesehatan
badan sangat mempengaruhi semangat bekerja (mengajar). Adalah jelas
guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan
anak-anak. Maka dari itu Zakiah Daradjat menekankan pentingnya seorang
guru yang memiliki kompetensi psikologi. Hal ini didasarkan pada
pandangannya bahwa keberhasilan proses belajar mengajar antara lain
ditentukan oleh sejauh mana seorang guru memahami pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan fisik,
intelektual, agama, jiwa, estetika dan sosialnya.