Situs blog resmi SD Trisila Surabaya

Kolom Guru SD

Etika Guru

Ketahuilah orang yang berilmu itu bagaikan matahari yang menyinari bumi, ia bermanfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain. Ia wajib mengajarkan ilmu yang telah dimiliki kepada mereka yang sangat membutuhkan dan bersungguh-sungguh yaitu hanya karena Allah SWT mereka belajar. Oleh karena itu, mereka patut disebut sebagai orang yang paling mulia, yaitu berilmu dan beramal serta  mengajarkannya.
Untuk mencapai status mulia di sisi Allah SWT maka mengajar bukanlah hal yang mudah, hal ini merupakan pekerjaan yang besar dan harus menghadapi tantangan yang berat pula. Oleh karena itu, seorang pengajar harus memiliki adab dan juga tugas yang harus dilaksanakannya. Dalam hal ini Al-Ghazali merumuskannya sebagai berikut:
Pertama : seorang guru merupakan Orang Tua bagi murid-muridnya.
Seorang guru harus memiliki kasih sayang kepada semua murid-muridnya sebagaimana kasih sayangnya terhadap anaknya sendiri, Sifat kasih sayang seorang inilah pada akhirnya yang akan melahirkan kekraban, percaya diri dan ketentraman belajar. Suasana yang kondusif inilah yang mempermudah proses transformasi dan transfer ilmu pengetahuan, Sebuah hadits menyatakan: “Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seperti seorang ayah bagi anakny”. Hadits tersebut menuntut seorang guru agar tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, tetapi harus bertanggung jawab penuh seperti orang tua kepada anaknya. Jika setiap orang tua memikirkan masa depan anaknya, bagaimana anaknya besok hidup, maka guru pun harus memikirkan masa depan murid-muridnya. Sayangnya, interaksi belajar antara pendidik dan peserta didik saat ini kurang mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak. Seorang guru sering tidak bisa tampil sebagai figur yang pantas diteladani oleh para murid-muridnya, apalagi sebagai orang tua.

 Guru harus mampu memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada murid-muridnya
Artinya Guru harus membimbing murid dengan sabar dan tekun. guru harus memberikan pengarahan kepada murid agar mempelajari ilmu secara sistematis, setahap demi setahap, Hal ini karena manusia tidak bisa merangkum ilmu secara serempak dalam satu masa perkembangan. Di samping itu guru jangan lupa memberi nasihat kepada murid dan Nasehat ini bisa berbentuk warning orientasi belajar, yaitu bahwa menuntut ilmu itu bukan dengan niat mencari pangkat dan kemewahan dunia, namun menuntut ilmu hakikatnya adalah untuk mengembangkan ilmu itu sendiri, menyebarluaskannya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sebagaimana sabda nabi bahwa agama itu nasihat, baik kepada allah rasulnya dan kepada seluruh umat.
       Hal itu sebagaimana pernyataan al-Ghazali “Hendaknya seorang guru tidak lupa memberikan nasihat kepada muridnya, yakni dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat sebelum menguasai tingkat sebelumnya, dan belajar ilmu yang tersembunyi sebelum selesai ilmu yang terang. Setelah itu menjelaskan kepadanya bahwa maksud menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk menjadi kepala dan mencari kemegahan.”

 Tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar fak nya di kalangan muridnya.
guru seyogyanya tidak memburuk-burukkan ilmu-ilmu yang diluar keahliannya dikalangan muridnya. guru harus mampu menumbuhkan kegairahan murid terhadap ilmu yang dipelajarinya tanpa menimbulkan sikap apriori terhadap disiplin ilmu yang lain. Hal ini diperlukan untuk menghindarkan murid terjebak pada sikap fanatik terhadap suatu disiplin ilmu dan melalaikan yang lain.            
Guru sebagai Motivator (Pendorong) bagi murid Sesuai dengan pandangannya bahwa manusia tidak bisa merangkum pengetahuan sekalaigus dalam satu masa, al-Ghazali menyarankan kepada para guru agar bertanggung jawab kepada satu bidang ilmu saja. Walaupun demikian, al-Ghazali mengingatkan agar seorang pendidik tidak mengecilkan, merendahkan dan meremehkan bidang studi lain. Sebaliknya, ia harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengkaji berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kalaupun harus bertanggung jawab kepada berbagai bidang ilmu pengertahuan, pendidik haruslah cermat dan memperhatikan kemampuan peserta didik, sehingga bisa maju setingkat demi setingkat (steep by steeMenyampaikan ilmu kepada murid sesuai dengan kadar pemahamannya.
       Guru harus memahami Tingkat Kognisi (Intelektual) para murid, Karena usia manusia sangatlah berhubungan erat dengan perkembangan intelektualnya. Anak berusia 0-6 tahun berbeda tingkat pemahamannya dengan anak berusia 6-9 tahun, anak berusia 6-9 tahun berbeda dengan anak usia 9-12 tahun, dan seterusnya. Atas dasar inilah al-Ghazali mengingatkan agar para guru dapat menyampaikan ilmu dalam proses belajar mengajar dengan cermat dan sesuai dengan perkembangan tingkat pemahaman murid

         Menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut baginya
Di sini di tegaskan oleh imam al-ghazali bagaimana Seorang guru harus mampu mengidentifikasikan kelompok para murid usia dini dan secara khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan kejiwaannya. Kelompok usia dini ini lebih tepat diberi materi ilmu praktis, tanpa argumentasi yang ‘berat’ dan melelahkan
 Mengamalkan ilmunya, jangan ia mendustakan perkataannya
Guru sebagai Teladan bagi semua murid-muridnya Dalam rangka mengajak manusia ke jalan yang benar, Rasulullah dibekali oleh Allah akhlak yang mulia sehingga beliau menjadi contoh yang baik (teladan) bagi setiap umat manusia. Apa yang keluar dari lisannya sama denga apa yang ada di dadanya, sehingga perbuatannya pun sama dengan perkataannya. Menurut al-Ghazali, seorang guru juga harus demikian dalam mengamalkan ilmunya, tindakannya harus sesuai dengan apa yang telah dinasihatkan kepada muridnya

 Seorang guru harus mempunyai kompetensi formal yang ditentukan oleh ijazah yang dimilikinya. Misalnya; untuk Guru TK dan SD harus memiliki ijazah D2, Guru SMP harus berijazah D3 dan sebagainya. Selain itu guru yang profesional juga harus memiliki pemahaman terhadap kurikulum, penguasaan terhadap metodologi pengajaran serta ilmu jiwa (psikolog).
Kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja (mengajar). Adalah jelas guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak-anak. Maka dari itu Zakiah Daradjat menekankan pentingnya seorang guru yang memiliki kompetensi psikologi. Hal ini didasarkan pada pandangannya bahwa keberhasilan proses belajar mengajar antara lain ditentukan oleh sejauh mana seorang guru memahami pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan fisik, intelektual, agama, jiwa, estetika dan sosialnya.